Makalah "ANALISIS FAKTOR LINGKUNGAN SEBAGAI PENDORONG MENINGKATNYA SEKS BEBAS DI KALANGAN REMAJA"
ANALISIS FAKTOR LINGKUNGAN SEBAGAI PENDORONG
MENINGKATNYA SEKS BEBAS DI KALANGAN REMAJA
TUGAS UJIAN TENGAH SEMESTER
MATA KULIAH
TEORI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
TEORI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
Oleh:
Nur Azizah Fitriana
NIM. 130910301061
JURUSAN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
ABSTRACT
Adolescence is a period of
transition from childhood into adulthood. This period is often characterized by
rapid change and means, including physiological, emotional, social and
intellectual. Besides adolescence synonymous with turbulence because it
describes the state of erratic, emotional, unstable and unpredictable. The
volatility is often indicated by the presence of deviant behavior such as sex.
The rise of free sex among teenagers is because of the sexual drive and sexual
maturity but not matched with psychological maturity. Free sex is sex that is
done by many people without any formal ties and do not pay attention to the
norms prevailing in society as driven by the fulfillment of sexual desire
satisfaction only. This study aimed to determine the effect of the environment
on issues that do teen free sex besides biological factors. In addition, this
study also aimed to determine the measures that must be done in order to
suppress the increase in teen sex performed. The method used is the type of
research library research (library research) that is research to find
references to the case Arisan relefan Sex among students Kediri and Situbondo.
References are sought from books, journals, articles, research reports, and
websites on the internet. The results showed that environmental factors
contribute significantly to sex behavior in the case of sex gathering conducted
by students in Kediri and Situbondo. There are five environmental aspects that
play a role that is microsystem, mesosystem, exosystem, macrosystem and chronosystem.
Keywords: adolescence, free sex,
environmental
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa
remaja merupakan periode transisi dalam rentang kehidupan manusia, karena masa
ini berada diantara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Masa ini ditandai dengan
adanya pubertas, pubertas merupakan periode dimana kematangan fisik berlangsung
cepat dengan melibatkan perubahan hormonal dan tubuh. Di masa kematangan fisik
ini, remaja cenderung memiliki rasa ingin tahu yang besar untuk mengekplorasi dan bereksperimen maupun
mengintergrasikan seksualitas terhadap identitas seseorang. Remaja ini sedang
berada dalam potensi seksual yang aktif karena adanya dorongan seksual yang
dipengaruhi oleh hormon. Namun permasalahannya, remaja sering tidak memiliki
informasi yang cukup tentang aktivitas seksual mereka sehingga mereka malah
terjebak dalam perilaku seks bebas. Oleh sebab itu, informasi mengenai masalah seksual
harus sudah diberikan agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau
sumber-sumber yang tidak jelas/keliru.
Apabila
remaja tidak memiliki pengetahuan dan informasi tepat mengenai masalah seksual
maka remaja cenderung akan melakukan perbuatan-perbuatan yang mengarah terhadap
pergaulan bebas. Akibatnya remaja juga kurang memperhatikan dampak yang
ditimbulkan dari perilaku seksual yang mereka lakukan, misalnya dampak tertularnya
infeksi penyakit maupun resiko kehamilan. Hal ini dibuktikan dengan maraknya
seks bebas dikalangan remaja, seperti kasus arisan seks yang dilakukan oleh
para pelajar di Kediri dan Situbondo dimana seks bebas dilakukan beramai-ramai
secara bergantian dengan Pekerja Seks Komersial maupun waria (Beritalima, 2013).
Kasus ini menunjukkan bahwa para remaja (pelajar) tersebut berusaha untuk
memenuhi hasrat seksualnya tanpa disertai pertimbangan yang kurang rasional,
mereka hanya berusaha mencari cara bagaimana untuk menyalurkan naluri
seksualnya tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi dalam dirinya.
Menurut
Deputi
Bidang Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga (KSPK) BKKBN, Sudibyo
Alimoeso (dalam Okezone, 2014) menyatakan perilaku seks bebas di kalangan
remaja disebabkan oleh pergaulan bebas. Faktor
lingkungan sangat berperan dalam peningkatan perilaku seks bebas, diantaranya faktor hubungan
komunikasi antara anak dan orang tua yang buruk, sehingga membuat si anak tak
mendapatkan pemahaman atau nasehat atas dampak dari bahaya seks bebas. Selain
itu, adanya tuntutan penerimaan sebagai anggota baru dari kelompok
sepermainan untuk
melakukan seks bebas dan akses informasi yang mudah membuat
para remaja bisa melihat berbagai tayangan pornografi dan akhirnya menjadi
pemicu melakukan seks bebas.
Jadi
masalah seksual yang terjadi di kalangan remaja ini, tidak hanya didorong oleh faktor
biologi saja yaitu meningkatnya naluri untuk melakukan seks dampak dari masa
pubertas. Namun faktor lingkungan sangat berperan dalam masalah perilaku seks
bebas, seperti kurang kontrolnya dari pihak orang tua, rasa ingin dianggap
dewasa karena mendapat tekanan dari teman sebaya, kurangnya informasi dan
pengetahuan mengenai seks dari sekolah ataupun lembaga formal lainnya, kaburnya
nilai-nilai moral yang di masyarakat, dan media massa serta teknologi yang
memberikan kemudahan untuk mengakses informasi seks yang tidak sesuai dengan
norma-norma agama maupun masyarakat. Berdasarkan gambaran permasalahan
di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Analisis Faktor Lingkungan Sebagai Pendorong
Meningkatnya Seks Bebas Di Kalangan Remaja”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
“ Bagaimana faktor-faktor lingkungan
memberikan pengaruh terhadap perilaku
seks bebas para remaja?”
1.3 Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
a)
Untuk
mengetahui faktor-faktor lingkungan memberikan pengaruh terhadap perilaku seks bebas para remaja
b)
Untuk meningkatakan kepekaan terhadap
masalah seks bebas di kalangan remaja
1.4 Manfaat
Manfaat
yang diharapakan dari penulisan penelitian ini adalah :
1)
bagi penulis dan
pembaca, menambah wawasan bahwa pentingnya faktor-faktor lingkungan terhadap
peningkatan perilaku seks bebas remaja sehingga mengerti bagaimana cara
mencegah terjadinya seks bebas perilaku seks dalam kehidupan sehari-hari
2)
bagi peneliti,
sebagai bahan pertimbangan untuk melaksanakan penelitian mengenai seks bebas
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku Seks Bebas Pada Remaja
a)
Pengertian Remaja
Masa remaja dalam industri modern (Papalia
et.al, 2009:57) adalah peralihan dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja berlangsung dari usia 10 atau 11
sampai remaja akhir atau awal usia dua puluhan. Masa remaja awal biasa ditandai
dengan pertumbuhan dan perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial yang cepat sehingga masa ini
penuh dengan gejolak pencarian jati diri. Gejolak di masa ini menimbulkan
resiko terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh remaja seperti mengonsumsi
alkohol, penyalahgunaan narkoba, aktivitas seksual dan geng , serta penggunaan
senjata api .
Masa remaja (adolescence) seabagi periode transisi perkembangan antara masa
kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis,
kognitif, dan sosio-emosional. Tugas remaja mempersiapkan diri memasuki masa
dewasa (Larson dkk, 2002). Masa remaja berada di rentang usia 10-13 tahun dan
berakhir sekitar usia 18-22 tahun. Perubahan biologis, kognitif, dan
sosio-emosional yang dialami remaja mencakup perkembangan fungsi seksual hingga
proses berpikir abstrak hingga kemandirian. Masa remaja dibedakan menjadi dua
bagian yaitu pertama, masa remaja awal berlangsung di masa sekolah
pertama/sekolah menengah akhir dimana masa terjadi perubahan pubertal terbesar.
Kedua masa remaja akhir terjadi pada pertengahan dasawarsa kedua dari
kehidupan, masa ini ditandai dengan menonjolnya minat karir, pacaran dan
eksplorasi identitas (Santrock, 2007: 20-21).
Menurut Hurlock (1978), remaja adalah
anak yang berusia antara 13-21 tahun. Remaja diabagi menjadi dua yaitu remaja
awal berusia 13-12 tahun dan remaja akhir berusia 17-21 tahun. Menurut Gunarso
(1984) , masa remaja merupakan transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa.
Remaja berada dalam masa pertentangan, masa puber dengan ciri-ciri sering dan
sebagainya. Pada masa ini remaja sangat ingin mengetahui tentang seks, karena
masalah ini sangat menarik untuk dibahas oleh remaja.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju
masa dewasa, dimana masa ini sering mengalami gejolak karena adanya perubahan
dan perkembangan yang mencolok dari segi biologis, kognitif dan emosional.
Remaja yang tidak mampu melakukan penyesuaian dari perubahan yang dialami akan
memiliki kecenderungan melakukan penyimpangan-penyimpangan.
b)
Pengertian Seks Bebas
Menurut
Karatono, seks bebas adalah hubungan seks secara bebas dengan banyak orang dan merupakan tindakan tidak bermoral ,
terang-terangan dan tanpa malu-malu sebab didorong oleh nafsu seks yang tidak
terintegrasi , tidak matang dan tidak wajar. Perilaku seksualnya ini menacakup
beberapa bentuk yaitu berpeluakn, berciuman, meraba tubuh dan bersenggama.
Free
sex
atau seks bebas menurut Srawono (2000) adalah sebagai perilaku hubungan suami
istri tanpa ikataan apa-apa, selain suka
sam suka, bebas dalam seks. Hal ini berarti seks bukan barang tabu maksudnya
bebas untuk bertukar pasangan dalam berhubungan seksual, hidup bersama di luar
nikah, dan suatu hubungan yang bebas tanpa ikatan batin antara pria dan
wanita baik dalam hubungan seks maupun
pergaulan.
Dariyo. A (2009)
mengatakan pergaulan bebas yang tak terkendali secara normatif dan etika-moral
anta rremaja yang berlainan jenis, akan berakibat adany hubungan seksual di
luar nikah (pergaulan bebas/ seks pranikah). Seks bebas atau dalam bahasa
populernya disebut extra marial
intercourse atau kinky sex merupakan
bentuk pembebasan seks yang dipandang tidak wajar (Amiruddin,1998). Seks bebas
adalah kegiatan yang dilakukan secara berdua pada waktu dan tempat yang telah
disepakati bersama dari dua orang lain jenis yang belum terikat pernikahan.
Perilaku seks bebas adalah aktifitas seksual yang dilakukan di luar perkawinan
yang sama dengan zina, perilaku ini dinilai sebagai perilaku seks yang menjadi
masalah sosial bagi masyarakat dan negara karenadilakukan di luar pernikahan
(Wahyuningsih, 2008).
Menurut Desmita (2012) pengertian
perilaku seks bebas adalah segala cara mengekspresikan dan melepaskan dorongan
seksual yang berasal dari kematanganorgan seksual, seperti berkencan intim,
bercumbu, sampai melakukan kontak seksual yang dinilai tidak sesuai dengan
norma. Tetapi perilaku tersebut dinilai tidak sesuai dengan norma karena remaja
belum memiliki pengalaman tentang seksual.
Berdasarkan
pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa seks bebas atau free sex adalah suatu perilaku seks yang
dilakukan dengan banyak orang tanpa adanya suatu ikatan resmi dan tidak
memperhatikan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat karena di dorong oleh
pemenuhan kepuasan nafsu seks saja.
c) Faktor-
Faktor yang mempengaruhi seks bebas
Menurut Sarlito W. Sarwono (2005),
faktor-faktor yang dianggap berperan dalam munculnya permasalahan seksual pada
individu adalah sebagai berikut:
a)
Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat
seksual.
Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran
dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu.
b)
Penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena
adanya penundaan usia perkawinan, maupun karena norma sosial yang makin lama
makin menuntut persyaratan yang makin meningkat untuk perkawinan (pendidikan,
pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain).
c)
Sementara usia kawin ditunda, norma-norma agama yang
berlaku di mana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks sebelum
menikah. Individu yang tidak dapat menahan diri akan terdapat kecenderungan
untuk melakukan hal tersebut.
d)
Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena
adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media massa yang dengan
teknologi yang canggih (contoh: VCD, buku pornografi, foto, majalah, internet,
dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Individu yang sedang dalam priode
ingin tahu dan ingin mencoba akan meniru apa yang dilihat atau didengar dari
media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual
secara lengkap dari orangtuanya.
e)
Orang tua, baik karena ketidaktahuan maupun sikapnya
yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka
tidak terbuka pada anak. Bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam
masalah ini.
f)
Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan
wanita dalam masyarakat, sebagai akibat dari berkembangnya peran dan pendidikan
wanita, sehingga kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria.
Sedangkan
Menurut Sugiyanto (2013) Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seks
bebas, di antaranya adalah:
a)
Industri pornografi. Luasnya peredaran materi
pornografi memberi pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan pola
perilaku seks mahasiswa
b)
Pengetahuan individu tentang kesehatan reproduksi.
Banyak informai tentang kesehatan reproduksi yang tidak akurat, sehingga dapat
menimbulkan dampak pada pola perilaku seks yang tidak sehat dan membahayakan.
c)
Pengalaman masa anak-anak. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa individu yang pada masa anak‐anak
mengalami pengalaman buruk akan mudah terjebak ke dalam aktivitas seks pada
usia yang amat muda dan memiliki kencenderungan untuk memiliki pasangan seksual
yang berganti‐ganti.
d)
Pembinaan religius.Mahasiswa yang memiliki kehidupan
religius yang baik, lebih mampu berkata ‘tidak’ terhadap godaan seks bebas
dibandingkan mereka yang tidak memperhatikan kehidupan religius.
Menurut
Hurlock (1990) faktor-faktor yang mempengaruhi remaja terhadap perilaku seks bebas
antara lain:
a)
Meningkatnya libido seksualitas
Pubertas
menyebabkan perubahan hormonal terhadap remaja. Hal ini sebagai
pendorong meningkatnya hasrat seksual yang membutuhkan penyaluran dalam bentuk
perilaku tertentu. Apabila remaja mengalami kesalahan dalam menyalurkan hasrat
seksualnya maka akan berdampak pada seks bebas.
b)
Penundaan usia kawin
Libido yang tidak dapat disalurkan tersebut tidak
dapat dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan tegas secara hukum.
Dimana UU perkawinan menetapkan batas usia menikah yaitu minimal usia 16 tahun
bagi wanita dan 19 tahun bagi pria.
c)
Tabu larangan
Sementara usia perkawinan ditunda, norma-norma agama
tetap berlaku dimana sesorang dilarang melakukan seks pra nikah, berciuman
maupun masturbasi. Bagi remaja yang tidak mampu menahan diri memiliki
kecenderungan melanggar larangan tersebut.
d)
Kurangnya informasi tentang seks
Meningkatnya
pelanggaran yang mengarah pada seks bebas disebabkan oleh informasi dan
rangsangan seks melalui media massa yang tidak dapat dikontrol dan dihentikan.
Sifat reamaj yang cenderung ingin tahu dan mencoba segala sesuatu akan meniru
apa yang dilihat maupun didengarnya, khususnya rasa ingin atahu yang besar
mengenai masalah seksual.
e)
Komunikasi antara orang tua dan anak
Orang tua cenderung memberikan jarak dalam pembicaraan
mengenai masalah seksual dengan anak. Hal ini disebabkan karena orang tua
kurang mengetahui tentang pendidikan seks maupun menganggap tabu pembicaraan
mengenai masalah seksual. Sehingga anak akan cenderung malu apabila ingin
bertanya mengenai masalah seksual dan akan mencari tahu dari orang lain.
f)
Pergaulan semakin bebas
Semakin tidak adanya batasan mengenai kebebasan
pergaulan antara pria dan wanita dalam masyarakat karena berkembangnya peran
dan pendidikan wanita untuk mendapat
kedudukan yang sejajar dengan pria.
g)
Wilayah tempat tinggal
Cepatnya perubahan yang terjadi di kota dari pada di
kota, akibat mudahnya informasi yang diterima di kota. Tingginya arus informasi
yang diterima mengandung berbagai informasi yang salah mengenai masalah seksual
yang masuk ke kota.
h)
Jenis kelamin
Adanya perbedaan sikap dan sifat antara laki-laki dan
perempuan. Dimana laki-laki lebih terbuka, memiliki kebebasan lebih dan lebih
ekstrim terhadap masalah seksual sedangkan perempuan lebih malu-malu dan tidak
tahu menahu mengenai seks.
Berdasarkan faktor-faktor yang
mempengaruhi seks bebabs di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
tersebut berasal dari internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor
berasal dari dalam diri remaja yang berkaitan dengan perkembangan hormonal
maupun kematangan alat-alat seksualnya. Sedangkan faktor eksternal merupakan
faktor lingkungan di luar diri remaja yang mempengaruhi perilaku seks bebas.
2.2 Teori Kontekstual Ekologis
Teori
kontekstual ekologis oleh Brofenbenner (1917) dalam Santrock (2007:57-58)
merupakan teori yang mengandung lima sistem yang mempengaruhi perkembangan remaja.
Kelima sistem tersebut terdiri dari :
1) Mikrosistem
(mikrosystem) merupakan lingkungan
yang menunjukkan dimana remaja hidup. Konteks ini meliputi keluaraga, teman
sebaya, sekolah dan lingkungan sekitar. Di lingkungan ini terjadi interkasi
yang paling langsung antara remaja agen-agen seksual, seperti orang tua, teman
dan guru.
2) Mesosistem
(mesosystem) menunjukkan relasi
antara dua dua mikrosistem atau lebih. Seperti relasi antara pengalaman sekolah
dengan pengalaman keluarga, dan pengalaman keluarga dengan pengalaman teman
sebaya, pengalan sekolah denag pengalaman keagamaan.
3) Ekosistem
(Exosytem)merupakan situasi sosial
dimana remaja tidak memiliki peran aktif namun mempengaruhi pengalaman remaja.
4) Makrosistem
(macrosystem) merupakan budaya dmana
remaja hidup, hal ini merujuk terhadap pola-pola perilaku, keyakinan, dan semua
produk dari sekelompok manusia yang diteruskan dari generasi ke generasi. Studi lintas budaya merupakan
perbandingan antara budaya satu dengan budaya yang lain yang meberikan
informasi mengenai generalitas perkemabangan.
5) Kronosistem
menunjukkan pola dari peristiwa –peristiwa lingkungan dan transisi dari
rangkaian kehidupan dan keadaan keadaan sosio-historis.
Selain kelima
sisem di atas, Bronfenbrenner baru-baru ini juga menyebutkan bahwa terdapat
pengaruh biologis dalam teorinya dan kini disebut sebagai teori bioekologi (bioecological),
namun konteks lingkungan tetap memegang peran utama.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian pustaka (library
research). Penelitian ini mencari referensi
yang relefan terhadap kasus Arisan Seks
di kalangan Remaja. Referensi tersebut membahas tentang :
Ø Pengertian remaja
Ø Pengertian seks
bebas
Ø Faktor-faktor
yang mempengaruhi seks bebas
Ø Teori
kontekstual Brofenbenner.
Referensi tersebut dicari dari buku,
jurnal, artikel , laporan penelitian, dan situs-situs di internet. Tujuan
penelitian ini, untuk memperkuat permasalahan serta sebagai dasar teori dalam
melakukan pemahaman dan analisis terhadap kasus yang dikaji.
3.2 Pendekatan Penelitian
Kajian pustaka tentang analisis seks
bebas berdasarkan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan
penelitian yang sifat data yang dikaji tidak berupa angka dan menggunakan
analisis kualitatif dalam pemaparan data, analisis data, dan pengambilan
kesimpulan. Pendekatan kualitatif dignakan untuk memahami suatu fenomena sosial
yang terjadi. Tujuan pokoknya yaitu menggambarkan, mempelajari, dan menjelaskan
fenomena tersebut.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Penelitian dan pendekatan yang menggunakan
library research, maka metode pengumpulan
data yang peneliti lakukan adalah studi pustaka. Data primer berasal dari
buku-buku psikologi perkembangan, psikologi remaja dan kepribadian yang terkait
tentang remaja dan masalah seksual. Referensi utama yang digunakan adalah karya
Santrock, J.W. 2007. Remaja, edisi ke
sebelas. Jakarta: Erlangga.
Sedangkan data sekunder diperoleh
dari jurnal, makalah, skripsi, artikel, dan lain-lain yang berkaitan dengan kasus
arisan seks, digunakan untuk menunjang proses pengumpulan data.
3.4 Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis melakukan analisis data
selama pengumpulan data, dan setelah semua data terkumpul semua. Dengan cara
mengorganisasikan kedalam kategori, menjabarkan ke unit-unit, menyusun kedalam
pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, sehingga mudah
dipahami.
IV. PEMBAHASAN
Dalam studi
kasus arisan seks yang dilakukan oleh siswa Sekolah Dasar (SD) di Kediri dan
pelajar di Situbondo menunjukkan bahwa generasi muda Indonesia sedang dilanda
krisis moral. Dimana seks bebas saat ini, tidak hanya melanda di kalangan usia
dewasa namun meluas ke usia remaja/ remaja awal bahkan anak-anak. Fenomena seks
bebas dengan metode arisan seks yang melanda remaja usia sekolah ini disebabkan
oleh masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa
dewasa. Sehingga masa ini dipenuhi gejolak sebagai akibat pencarian jati diri
dan rasa ingin tahu yang besar dari remaja tersebut.
Remaja berada
dalam masa pertentangan, masa puber dengan ciri-ciri perubahan yang mencolok
dari segi biologis yang ditandai dengan kematangan alat reproduksi malah meningkatkan rasa ingin tahu remaja tentang
seks. Karena masalah seks sangat
menarik untuk dibahas oleh remaja. Selain itu dorongan hormon juga meningkatkan
hasrat seksual remaja, apabila hal ini tidak dapat dikendalikan oleh remaja
maka remaja tersebut akan terjebak untuk melakukan seks bebas. Seks bebas
sendiri merupakan perilaku abmoral seperti halnya menurut Kartono bahawa seks
bebas adalah hubungan seks secara bebas dengan banyak orang dan merupakan tindakan tidak bermoral ,
terang-terangan dan tanpa malu-malu sebab didorong oleh nafsu seks yang tidak
terintegrasi , tidak matang dan tidak wajar.
Sedangkan, menurut
teori kontekstual ekologis oleh Brofenbenner (1917) faktor yang sangat berperan
dalam mempengaruhi perilaku abmoral (seks bebas) ini adalah faktor lingkungan
(eksternal). Dimana perilaku seks bebas di kalangan remaja tersebut akibat dari
kebobrokan moral lingkungan. Namun teori ini masih memperhatikan faktor biologi
yang masih memberikan pengaruh terhadap kasus tersebut . Hal ini berarti dalam
kasus arisan seks yang dilakukan oleh para pelajar di Situbondo dan Kediri yang
mempengaruhi para pelajar tersebut untuk melakukan seks bebas dengan metode
arisan seks didominasi oleh faktor lingkungan.
Konsep teori
kontekstual ekologis Brofenbenner (1917) terdapat lima aspek lingkungan yang
mempengaruhi perkembangan tingkah laku remaja, yaitu mikrosistem, mesosistem,
ekosistem, makrosistem dan kronosistem. Pertama mikrosistem (mikrosystem) merupakan lingkungan dimana
remaja hidup. Dalam kasus arisan seks tersebut, mikrosistem menunjukkan lingkungan
keluarga, teman sebaya maupun sekolah dimana para pelajar melakukan aktivitas
dalam menjalani kehidupannya. Munculnya perilaku seks bebas di kalangan remaja
karena orang tua cenderung mengangagap tabu untuk membicarakan masalah seksual.
Padahal peran orang tua sangat penting dalam memberikan pengetahuan melalui
pendidikan seks. Dimana pengetahuan yang didapat dapat dijadikan pedoman maupun
informasi untuk menjawab rasa ingin tahu mereka mengenai masalah seksual.
Selain itu orang tua yang cenderung memberikan jarak terhadap masalah maka anak akan malu apabila ingin bertanya
mengenai masalah seksual dan akan mencari tahu dari orang lain.
Di lingkungan
sekolah pun anak-anak tersebut, juga kurang mendapatkan pendidikan tentang
seks. Padahal mereka sangat membutuhkan pengetahuan tersebut sebagai kontrol
mengenai dampak-dampak negatif dalam pengambilan keputusan ketika libido/hasrat
untuk melakukan seks meningkat. Apabila sekolah dan keluarga tidak memberikan
pengetahuan cukup terhadap informasi mengenai seks maka anak-anak akan
cenderung mencari informasi dari sumber lain, seperti melalui teman sebaya.
Kedua mesosistem
(mesosystem) menunjukkan relasi
antara dua dua mikrosistem atau lebih. Hal ini terlihat dari pengalaman yang
didapat oleh anak-anak/remaja dari sekolah ataupun keluarga yang mempengaruhi
dengan kehidupan bersama teman sebaya. Kasus arisan sek tersebut ditinjau dari
segi ini yaitu keluarga maupun sekolah
yang tidak mampu menjalankan perannya terhadap pendidikan seks maka anak-anak
tersebut tidak mendapat pengetahuan seks, seperti bahaya maupun resiko seks
bebas. Ketika teman-teman sebaya memberikan tekanan maka anak-anak tersebut
akan cenderung mengikutinya sebab mereka tidak memiliki pngetahuan seks yang
cukup untuk menolaknya. Contoh tidak diterimanya/dikucilkannya seseorang dalam
kelompok sepermainan jika belum pernah melakukan hubungan seks.
Ketiga
ekosistem (exosytem) merupakan
situasi sosial dimana remaja tidak memiliki peran aktif namun mempengaruhi
pengalaman remaja. Dalam kasus arisan seks ini terlihat dari aspek semakin
bebasnya pergaulan para remaja dan lemahnya kontrol dari masyarakat. Pergaulan
semakin bebas maka semakin tidak adanya batasan mengenai kebebasan pergaulan
antara pria dan wanita. Selain itu kontrol sosial semakin lemah akibat kaburnya
norma-norma dalam masyarakat, dan adanya anggapan norma-norma yang ada malah
mengekang kebebasan individu untuk melakukan aktualisasi diri. Selain itu munculnya stigma mengenai norma-norma
yang ada hanya berlaku untuk masyarakata tradisional.
Keempat Makrosistem
(macrosystem) merupakan budaya dimana
remaja hidup, hal ini merujuk terhadap pola-pola perilaku, keyakinan, dan semua
produk dari sekelompok manusia yang diteruskan dari generasi ke generasi. Di
era kemajuan teknologi dan informasi saat ini malah memberikan pengaruh besar terhadap
peniruan budaya asing. Padahal budaya-budaya asing tersebut memiliki
nilai-niali yang bertentangan dengan nilai budaya sendiri, seperti budaya seks
bebas dan narkoba. Akses-akses informasi itupun didapatkan secara mudah dan
cepat melalui internet, remaja yang tidak mengetahui pengetahuan cukup mengenai
masalah seksual akan berusaha mencari pengetahuan tersebut melalui internet.
Sehingga hal ini lah yang menyebabkan meningkatnya kasus seks bebas yang
melanda remaja Indonesia.
Kelima
kronosistem menunjukkan pola dari peristiwa-peristiwa lingkungan dan transisi
dari rangkaian kehidupan dan keadaan keadaan sosio-historis. Hal ini merujuk
pada pengalaman
masa anak-anak, hal ini menunjukkan bahwa individu yang pada masa anak‐anak mengalami pengalaman buruk akan mudah terjebak ke
dalam aktivitas seks pada usia yang amat muda dan memiliki kencenderungan untuk
memiliki pasangan seksual yang berganti‐ganti.
Seperti dampak adanya perceraian keluarga maupun penelantaran anak-anak.
Selain kelima
sisem di atas, Bronfenbrenner baru-baru ini juga menyebutkan bahwa terdapat
pengaruh biologis dalam teorinya dan kini disebut sebagai teori bioekologi (bioecological),
dalam kasus arisan seks ini pengaruh biologi terlihat dari meningkatnya libido
yang membutuhkan
penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu. Dimana aktivitas seksual
tersebut disalurkan melalui jasa pekerja seks komersial dan para waria.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil pembahasan di atas, kasus arisan sek yang melibatkan pelajar di Kediri
dan Situbondo menurut pandangan teori kontekstual ekologis oleh Brofenbenner (1917) faktor yang
sangat berperan dalam mempengaruhi perilaku seks bebas ini adalah faktor
lingkungan. Dimana perilaku seksual ini diawali oleh dorongan libido yang
tinggi akibat dari pengaruh perubahan hormon saat pubertas. Sedangkan
lingkungan sendiri tidak mendukung untuk mengarahkan remaja agar tidak melakukan penyimpangan bahkan
remaja sendiri malah menjadi korban dari kerusakan dari moral lingkungan.
Konsep
teori kontekstual ekologis Brofenbenner (1917) dalam mempengaruhi masalah seks
bebas dalam kasus arisan seks dipengaruhi oleh lima aspek lingkungan yaitu
mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem dan kronosistem. Pertama mikrosistem
merupakan tempat dimana remaja tersebut berinteraksi secara langsung. Dalam
kasus arisan menunjukkan bagaimana peran keluarga, teman sebaya maupun sekolah memberikan
kontribusi terhadap pendidikan seks. Jika peran dari lingkungan tersebut tidak
terpenuhi maka remaja akan mencari informasi dari sumber lain yang malah
menjebak terhadap perilaku seks bebas. Kedua mesosistem (mesosystem) menunjukkan relasi antara dua dua mikrosistem atau
lebih. Hal ini terlihat dari pengalaman yang didapat oleh anak-anak/remaja dari
sekolah ataupun keluarga yang mempengaruhi dengan kehidupan bersama teman
sebaya.
Ketiga
ekosistem (exosystem) menunjuk
terhadap pergaulan bebas para remaja dan lemahnya kontrol dari masyarakat
sehingga memudahkan setiap remaja untuk melakukan seks bebas. Keempat
Makrosistem (macrosystem) merupakan
budaya dimana remaja hidup, merujuk kemajuan teknologi dan informasi saat ini
malah memberikan pengaruh besar budaya seks beba, pornografi, dan narkoba. Terakhir
kronosistem menunjukkan pola dari sosio-historis remaja yaitu pengalaman individu
yang pada masa anak‐anak
mengalami pengalaman buruk akan mudah terjebak terhadap perilaku seks bebas.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Buku
Santrock,
J. W. Remaja. Alih bahasa oleh
Benecdictine Widyasinta. 2007. (Edisi Kesebelas).
___________.
Life-Span Development (Perkembangan Masa
Hidup). Terjemahan oleh Benecdictine Widyasinta. 2011. (Edisi Ketigabelas).
Jakarta : Erlangga.
Papalia,
D. E., Olds, S. W., dan Feldman, R. D. Human
Development (Perkemabangan Manusia). Terjemahan oleh Brian Marwensdy. 2009.
(Edisi kesepuluh). Jakarta : Salemba Humanika.
Universitas
Jember. 2012. Pedoman Karya Tulis Ilmiah.
(Edisi Ketiga). Jember : Jember University
Press.
Internet :
Lianna,
D. 2007. Perilaku Seksual Pada Remaja
Ditinjau Dari Komunikasi Orang Tua Dan Anak Tentang Seksualitas.. http://eprints.unika.ac.id/1384/1/02.40.0079_Dessy_Liana.pdf. (Diunduh 15
April 2015, pukul 13.23)
FIP
Universitas Negeri Manado. 2012. Kebutuhan
Bimbingan Moral Dalam Pencegahan Pengaruh Pergaulan Bebas Di Kalangan Siswa SMA
Negeri 9 Manado. https://fipunima.files.wordpress.com/2012/05/jurnal-jendela-ilmu.pdf.
(Diunduh 13 April 2015, pukul 13.30)
Pawestri
& Setowati, D. 2012. Gambaran
Perilaku Seksual Pranikah Pada Mahasiswa Pelaku Seks Pranikah Di Universitas X
Semarang. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=4466&val=426.(
Diunduh 13 April 2015, pukul 14.25)
Rahmawati,
N. 2012. Gambaran Perilaku Seksual Pada
Anak Usia Sekolah Kelas 6 SD Ditinjau Dari Media Cetak dan Media Elektronik
Sekolah Dasar Negeri 16 Banda Aceh. http://www.ejournal.uui.ac.id/jurnal/Nanda_Rahmawati-fb6-jurnal_nanda.pdf. (Diunduh
13 April 2015, pukul 15.00)
Abdillah,
F. A. 2013. Makna Hubungan Seks Bagi
Remaja Yang Belum Menikah Di Kota Surabaya. http://journal.unair.ac.id/filerPDF/kmntsef61d55539full.pdf.
(Diunduh 13 April 2015, pukul 19.27)
Muskita,
YTM. 2015. Bab II : Landasan Teori. http://repository.uin-suska.ac.id/988/3/11-BAB%20II.pdf. (Diunduh
16 April 2015, pukul 08.26)
Israyani.
2014. Bab II : Kajian Teori. http://eprints.ung.ac.id/2381/3/2013-1-86201-111409060-bab2-01082013073539.pdf . (Diunduh 16
April 2015, pukul 08.44)
Taufik
& Anganthi, N.R.N. Tanpa Tahun. Seksualitas Remaja: Perbedaan Seksualitas Antara Remaja Yang Tidak Melakukan Hubungan Seksual Danremaja Yang Melakukan Hubungan (Seksualteenagers’
Sexuality: The Difference Between Non Andpractitioners Of Premarital Sexual
Intercourse).https://www.academia.edu/3788869/jurnal_SEKSUALITAS_REMAJA_PERBEDAAN_SEKSUALITAS_ANTARA_REMAJA_YANG_TIDAK_MELAKUKAN_HUBUNGAN_SEKSUAL_DAN_REMAJA_YANG_MELAKUKAN_HUBUNGAN_SEKSUAL. (Diunduh 19
April 2015, pukul 08.56)
Amaliyasari,
Y & Puspitasari, N. Tanpa Tahun. Perilaku
Seksual Anak Usia Pra Remaja Di Sekitar Lokalisasi Dan Faktor Yang
Mempenagruhi. http://www.slideshare.net/KULIAHISKANDAR/jurnal-perilaku-seksual-anak-usia-pra-remaja-di-sekitar-lokalisasi-dan-faktor-yang-mempengaruhi. (Diunduh
19 April 2015, pukul 09.01)
Setyadi,
A. 2014. Ini Pemicu Maraknya Seks Bebas
di Kalangan Remaja. http://news.okezone.com/read/2014/12/23/337/1082801/ini-pemicu-maraknya-seks-bebas-di-kalangan-remaja. (Diunduh
19 April 2015, pukul 10.00)
AGENS128 Adalah Situs Judi Online Taruhan Sepak Bola, Casino, Sabung Ayam, Tangkas, Togel & Poker Terpopuler di Indonesia
BalasHapusPasang Taruhan Online Melalui Agen Judi Terpercaya Indonesia Agens128, Proses Cepat, Banyak Bonus, Online 24 Jam dan Pasti Bayar!
Sabung ayam
sbobet online
casino online
tembak ikan
daftar bisa langsung ke:
LINE : agens1288
WhatsApp : 085222555128